Beritapiral.com – Tulang Bawang –
Pekan ini, publik kembali dibuat gerah dengan sikap tertutup oknum Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Muslimin, yang beralamat di Kampung Bumi Ratu, Kecamatan Rawa Jitu Selatan, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Ketertutupan Muslimin terkait pengelolaan dana Oplah (Optimalisasi Lahan) yang bersumber dari anggaran negara, semakin mempertegas dugaan publik soal penyalahgunaan wewenang dan potensi korupsi. (27 Mei 2025)
Kedatangan tim media ke kediaman Muslimin, bersama perwakilan Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI) DPW Lampung, FERRY SAPUTRA YS, S.H., C.MK., guna mengonfirmasi isi surat somasi yang dikirim, justru disambut sikap penolakan dokumentasi. “Tidak usah dipoto, saya tidak mau,” ujar Muslimin saat dimintai dokumentasi penyerahan surat resmi.
Sikap acuh tersebut diperparah dengan pengakuan Muslimin bahwa surat sebelumnya juga hanya “digeletakkan” begitu saja dan pemberitaan yang beredar dianggap “hoax.” Namun pernyataan ini dibantah keras oleh tim redaksi Beritapiral.com. “Berita itu valid berdasarkan data investigasi. Kalau salah, seharusnya gunakan hak jawab, bukan malah menantang dengan menyebut ‘laporkan saja ke Donaltram’,” tegas redaksi.
Pernyataan menyebut nama “Donaltram” alih-alih institusi hukum nasional memicu kemarahan publik. Hal itu dianggap bentuk penghinaan terhadap institusi penegak hukum dan Presiden Republik Indonesia. “Kalau tidak hormat dengan Kajari, Kejati, atau Presiden RI, lalu kepada siapa lagi kita harus mengadu? Presiden itu panglima tertinggi yang sekarang getol berantas korupsi. Lalu, mengapa soal dana Oplah yang nilainya ratusan juta bisa dibiarkan tidak transparan?” kritik tim investigasi.
Bahkan saat tim mempertanyakan keberadaan papan informasi kegiatan Gapoktan yang semestinya terpampang sebagai bentuk transparansi publik, Muslimin kembali menunjukan sikap eksklusif. “Hanya kelompok tani dan orang tertentu yang boleh tahu,” ungkapnya.
Hal ini bertolak belakang dengan prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menyatakan bahwa badan publik wajib menyediakan dan mengumumkan informasi secara berkala, serta memberikan informasi yang diminta masyarakat.
Tak hanya itu, dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Oplah tahun anggaran 2024 mulai muncul setelah warga mengaku tidak pernah menerima bantuan tersebut. “Baru tahu ada dana Oplah setelah ada pemberitaan soal Muslimin,” ujar salah satu anggota kelompok tani.
Jika terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang dan korupsi dana Oplah, Muslimin dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Tim redaksi bersama DPW BAIN HAM RI telah melanjutkan investigasi kepada masyarakat dan mendesak agar Aparat Penegak Hukum (APH) serta Inspektorat melakukan audit menyeluruh terhadap dana Oplah dan pengelolaan Gapoktan. Publik juga menuntut agar hasil audit tersebut dipublikasikan secara transparan.
Sampai berita ini diturunkan, Muslimin belum memberikan tanggapan resmi terkait surat somasi yang dilayangkan.
(Tim/red | bersambung)