Jabatan Kepala Sekolah Diwariskan, Dana BOP Diduga Tak Transparan: Publik Tantang Ketegasan Presiden Prabowo dan Kejati Lampung!

Jabatan Kepala Sekolah Diwariskan, Dana BOP Diduga Tak Transparan: Publik Tantang Ketegasan Presiden Prabowo dan Kejati Lampung!

Spread the love

Beritapiral.com – Tulang Bawang Barat, Lampung.

Di tengah gebrakan Presiden Prabowo Subianto yang menyerukan pemerintahan bersih dan perang terhadap korupsi, nyatanya di akar rumput masih banyak perilaku pejabat dan pengelola dana publik yang seolah kebal hukum. Salah satu kasus yang mencuat datang dari dunia pendidikan di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung, yang kini menjadi sorotan publik. (05/11/25)

 

Fakta mencengangkan terungkap dari lembaga pendidikan nonformal PKBM Ki Hajar Dewantoro, beralamat di Tiyuh Marga Sari, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Berdasarkan data arsip dan dokumen internal, lembaga ini berdiri sejak 17 Juli 2003. Namun yang mengejutkan, kepemimpinan di sekolah ini diduga kuat dijalankan secara turun-temurun dalam lingkup keluarga—seolah lembaga pendidikan milik pribadi, bukan lembaga publik yang dibiayai negara.

 

 

Jabatan Kepala Sekolah Diwariskan ke Anak dan Menantu

 

Kepala sekolah saat ini adalah (Maryoto), yang diketahui akan mengakhiri masa jabatannya pada pertengahan tahun ini 2025. Namun, posisi strategis di PKBM itu ternyata sudah “diamankan” menantunya (Nanang Suryono).

 

Putrinya (Maryoto), (Mas Wati) menjabat sebagai operator sekolah, sementara menantunya, (Nanang Suryono), warga Tiyuh kibang Yekti Jaya, Kecamatan Lambu Kibang, ditunjuk sebagai kepala sekolah. Sedangkan posisi bendahara dipegang oleh (Suryati), yang tak lain adalah istri (Nanang Suryono) sendiri.

 

Saat dikonfirmasi, (Maryoto) mencoba menutup-nutupi struktur internal tersebut. Namun ketika didesak, akhirnya ia mengakui secara gamblang:

 

“Ya mas, itu anak dan mantu saya semua,” ujarnya singkat.

 

 

Tim wartawan kemudian menanyakan jumlah siswa, penggunaan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), serta tahun berdirinya lembaga. Maryoto berdalih lupa dan memilih bungkam dengan alasan sudah tua.

 

 

Bendahara Gelagapan, Dana BOP Tak Jelas

Tidak puas dengan jawaban tersebut, tim langsung menyambangi rumah Nanang Suryono Prastyo di Tiyuh kibang Yekti Jaya, Kecamatan Lambu Kibang, Tubaba. Saat ditemui, (Suryati), yang mengaku “taat aturan”, justru terlihat gelagapan ketika ditanya detail penggunaan dana BOP.

 

“Intinya semua peraturan pemerintah sudah kami laksanakan,” ucapnya dengan nada tinggi.

 

 

Namun, ketika diminta menyebutkan satu per satu realisasi dana dan bukti fisik kegiatan, (Suryati) memilih diam. Tidak ada dokumen, tidak ada laporan rinci, dan tidak ada bukti kegiatan nyata sebagaimana yang diwajibkan oleh petunjuk teknis (juknis) penggunaan dana BOP.

 

 

Landasan Hukum yang Dilanggar

 

Padahal, pengelolaan PKBM diatur tegas dalam berbagai regulasi nasional:

 

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 26 ayat (6): hasil pendidikan nonformal disetarakan dengan pendidikan formal, dan penyelenggara wajib transparan.

 

Permendikbud No. 81 Tahun 2013 tentang Ijazah Pendidikan Kesetaraan.

 

Permendikbud No. 7 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik BOP Kesetaraan, yang mewajibkan setiap lembaga memiliki RKAS, bukti fisik kegiatan, dan laporan pertanggungjawaban.

 

PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

 

 

Dengan dasar hukum tersebut, maka apa yang dilakukan oleh pihak PKBM Ki Hajar Dewantoro — mulai dari praktik jabatan dinasti hingga ketertutupan dana — jelas melanggar prinsip tata kelola pendidikan dan potensi besar penyimpangan anggaran negara.

 

 

Publik Marah: “Ini Uang Negara, Bukan Warisan Nenek Moyang!”

 

Masyarakat Tubaba menilai pola pengelolaan ini sudah seperti kerajaan kecil dalam dunia pendidikan. Jabatan diwariskan, dana publik dikuasai, dan ketika dikonfirmasi justru bersikap arogan terhadap media.

 

“Mereka seolah menganggap uang BOP itu warisan nenek moyang, bukan uang rakyat,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang ikut memantau kasus ini.

 

 

Publik mendesak Dinas Pendidikan Tubaba dan Kejaksaan Tinggi Lampung untuk turun langsung memeriksa keluarga besar (Maryoto). Dugaan kuat terjadi penggelembungan jumlah siswa (fiktif) dan penyimpangan dana BOP, yang seharusnya digunakan untuk kegiatan belajar masyarakat miskin dan putus sekolah.

 

 

Tantangan untuk Presiden Prabowo dan Kejati Lampung

 

Ketegasan Presiden Prabowo Subianto yang dikenal keras terhadap perilaku koruptif kini diuji. Rakyat menunggu langkah nyata dari aparat penegak hukum, khususnya Kejati Lampung, untuk menelusuri aliran dana dan menindak tegas para pelaku.

 

Jangan sampai semangat pemberantasan korupsi di level pusat hanya jadi slogan, sementara di daerah — terutama di sektor pendidikan — justru terjadi pencurian halus terhadap hak anak bangsa.

 

 

Tuntutan Publik: Tegas atau Rakyat Bergerak

 

1. Dinas Pendidikan Tubaba diminta segera memanggil (Maryoto) beserta keluarga untuk pemeriksaan transparansi dana.

 

 

2. Audit BPK dan Inspektorat Daerah harus dilakukan terhadap seluruh alokasi BOP PKBM sejak 2003.

 

 

3. Jika terbukti terjadi penyimpangan, Kejati Lampung diminta segera menetapkan tersangka dan memproses hukum tanpa pandang bulu.

 

 

4. Pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto harus memastikan reformasi birokrasi pendidikan nonformal berjalan hingga ke tingkat PKBM.

 

 

Penutup:

Di tengah semangat nasional membangun pendidikan dan melawan korupsi, justru muncul kasus seperti PKBM Ki Hajar Dewantoro yang menampar wajah keadilan publik. Presiden sudah tegas, Kejati Lampung juga sudah bicara keras — namun koruptor pendidikan di bumi Lampung ini tampak tak gentar sedikit pun.

Publik menunggu bukti, bukan janji.

 

(Tim/red | bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *